LHPKKN dari Hernold F Makawimbang tak Sah, Putusan Kasus IPA Martubung Bisa Gugur

akuntan publik

topmetro.news – Akuntan Publik Binsar Sirait Ak MM CA menegaskan, bahwa yang berhak melakukan Penghitungan Kerugian Keuangan Negara (PKKN), selain daripada BPK, BPKP, dan Inspektorat, adalah akuntan publik (AP) yang terdaftar pada IAPI (Institut Akuntan Publik Indonesia).

Hal itu ia sampaikan, Selasa (20/10/2020), menjawab pertanyaan wartawan, terkait keabasahan seorang akuntan publik dalam melakukan tugas dalam wilayah Negara Indonesia.

“Iya… Yang berhak melakukan PKKN (Perhitungan Kerugian Keuangan Negara) selain BPK, BPKP, Inspektorat, adalah AP (akuntan publik) yang terdaftar pada IAPI. Maka jika PKKN dilakukan yang bukan AP terdaftar (pada IAPI-red), maka PKKN yang dilakukan tersebut tidak sah,” tandas akuntan publik dari KAP Drs Salmon Sihombing Ak MM CA CPA CPI CLI, yang berkantor di Jakarta tersebut.

Binsar Sirait pun merujuk UU Nomor 5 Tahun 2011 tentang Akuntan Publik, sebagai peraturan yang mendasari penyataannya tersebut. Sehingga dengan demikian, kata Binsar, maka Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuanga Negara (LHPKKN) oleh akuntan publik yang tidak terdaftar dalam IAPI itu pun menjadi tidak sah.

“Iya. Peraturan yang menguatkan adalah UU tentang AP No 5 Tahun 2011,” katanya.

Menjawab pertanyaan wartawan, apakah hanya IAPI yang berwenang mendata anggota sebagai akuntan publik yang sah, Binsar membenarkannya. Ia menyampaikan, jika seorang akuntan publik tidak terdaftar pada IAPI, maka AP tersebut tidak dapat melakukan PKKN (Penghitungan Kerugian Keuangan Negara).

“Ya… Satu-satunya wadah tempat AP bernaung adalah IAPI. Sehingga apabila seorang akuntan ingin berpraktik sebagai akuntan publik, maka harus terdaftar pada IAPI. Dengan demikian jika seorang akuntan publik yang tidak terdaftar pada IAPI, maka AP tersebut tidak dapat melakukan dalam hal ini PKKN,” jelas Binsar.

Putusan Hakim tak Sah

Sehingga merujuk pada kasus dugaan korupsi IPA Martubung yang menggunakan Hernold F Makawimbang sebagai akuntan publik, maka sebut Binsar Sirait, hasil audit tersebut menjadi tidak sah. Penyebabnya adalah, karena Hernold F Makawimbang tidak tercatat oleh IAPI sebagai anggota.

Dengan demikian, katanya, maka Laporan Hasil Penghitungan Kerugian Keuanga Negara (LHPKKN) oleh Hernold F Mawakimbang juga tidak sah. “Dan sesuai surat dari IAPI bahwa Hernold F Makawimbang bukan AP yang terdaftar pada IAPI. Sehingga LHPKKN yang dibuatnya tidak sah,” kata Binsar Sirait.

Sehubungan dengan hal tersebut, maka Bindar Sirait setuju, bahwa tidak sahnya hasil audit Hernold, bisa menggugurkan putusan hukum yang menggunakannya. “Karena hasil audit yang digunakan sebagai dasar dalam pengambilan putusan hukum adalah audit yang tidak sah, maka putusan hukum itu menjadi tidak sah,” tegasnya.

Sebagaimana berita sebelumnya, sesuai dengan Surat IAPI No. 1125/VI/IAPI/2020 tanggal 24 Juni 2020, bahwa Hernold F Makawimbang tidak ada terdaftar dalam asosiasi profesi akuntan publik tersebut. Dalam surat IAPI tersebut ditegaskan, bahwa Hernold F Makawimbang tidak terdaftar sebagai akuntan publik. Sementara dalam persidangan, JPU dari Kejari Belawan menyatakan bahwa telah ada hasil audit oleh Hernold F Makawimbang.

Ancaman Pidana Audit Palsu

Binsar menambahkan. Sebuah hasil audit yang dibuat dan ditandatangani oleh seseorang mengaku atau diakui oleh oknum/kelompok tertentu sebagai hasil audit AP akan tetapi di kemudian hari ternyata si pembuat dan si penandatangan hasil audit tersebut bukanlah sesorang AP, maka oleh UU AP No. 5/2011 Pasal 57 Ayat 2, diancam pidana 5 tahun dan denda Rp500 juta.

“Perbuatan semacam itu masuk kategori sebagai perbuatan ‘seolah-olah’ AP padahal bukan AP. Si pembuat dan si penandatangan hasil audit palsu tersebut dapat kena pidana dan hasil auditnya masuk kategori hasil audit palsu. Otomatis hasil auditnya tidak sah karena tidak memenuhi aspek legal formal,” paparnya.

Selain status auditor yang tak terdaftar pada IAPI, apa kata Hernold F Makawimbang sebagai kerugian negara, juga tak sesuai fakta. Sebab, Proyek IPA Martubung sendiri sampai saat ini tetap berproduksi. Bahkan sudah menghasilkan uang ke negara (PDAM Tirtanadi).

Penjelasan PDAM Tirtanadi

Berdasarkan surat keterangan Manajamen PDAM Tirtanadi saat itu, bahwa IPA Martubung sudah berfungsi dengan baik. Serta sesuai kontrak pada kapasitas 200 liter per detik serta sesuai Permenkes No. 492 Tahun 2010. Bahkan hingga surat dengan Nomor: KET-9/DIR/2019 itu terbit pada tanggal 13 Maret 2019, IPA Martubung sudah menghasilkan pemasukan kepada PDM Tirtanadi Rp59,4 miliar lebih.

Sebelumnya, hal senada juga disampaikan praktisi hukum di Kota Medan, Lamsiang Sitompul SH MH. Ia sependapat. Bahwa apabila ternyata saksi ahli maupun auditor yang pernah hadir dalam persidangan, ternyata tidak berkompeten, maka tuntutan maupun vonis berpotensi cacat hukum.

“Kalau ternyata memang auditor yang mereka gunakan tidak terdaftar dalam asosiasi yang semestinya, maka hasil auditnya menjadi tak sah. Lalu kalau tetap mereka gunakan untuk sebuah proses hukum pengadilan, misalnya tuntutan atau vonis, maka tuntutan atau vonis itu berpotensi cacat hukum,” katanya.

reporter | Jeremi Taran

Related posts

Leave a Comment